Minggu, 20 Maret 2016

Maksud Dan Tujuan dari Kelurahan/Desa Siaga









Maksud dan Tujuan Kelurahan/Desa siaga
     Kelurahan/Desa siaga merupakan strategi baru pembangunan kesehatan. Desa siaga lahir sebagai respon pemerintah terhadap masalah kesehatan di Indonesia yang tak kunjung selesai. Tingginya angka kematian ibu dan bayi, munculnya kembali berbagai penyakit lama seperti tuberkulosis paru, merebaknya berbagai penyakit baru yang bersifat pandemik seperti SARS, HIV/AIDS dan flu burung serta belum hilangnya penyakit endemis seperti diare dan demam berdarah merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia. Bencana alam yang sering menimpa bangsa Indonesia seperti, banjir, gunung meletus, tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan kecelakaan massal menambah kompleksitas masalah kesehatan di Indonesia.
      Kelurahan/Desa siaga merupakan salah satu bentuk reorientasi pelayanan kesehatan dari sebelumnya bersifat sentralistik . Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI II/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa siaga, desa siaga merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa siaga adalah suatu konsep peran serta dan pemberdayaan masyarakat di tingkat desa, disertai dengan pengembangan kesiagaan dan kesiapan masyarakat untuk memelihara kesehatannya secara mandiri.
      Kelurahan/Desa yang dimaksud di sini dapat berarti  atau nagari atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asalusul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes, 2007).
Konsep Kelurahan/ desa siaga adalah membangun suatu sistem di suatu desa yang bertanggung jawab memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri, di bawah bimbingan dan interaksi dengan seorang bidan dan 2 orang kader desa. Di samping itu, juga dilibatkan berbagai pengurus desa untuk mendorong peran serta masyarakat dalam program kesehatan seperti imunisasi dan posyandu (Depkes 2009).

Secara umum, tujuan pengembangan Kelurahan/ desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Selanjutnya, secara khusus, tujuan pengembangan desa siaga (Depkes, 2006), adalah :
  1. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
  2. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa.
  3. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
  4. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.
       Suatu Kelurahan/ desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi kriteria berikut (Depkes, 2006) :
  1. Memiliki 1 orang tenaga bidan yang menetap di desa tersebut dan sekurang-kurangnya 2 orang kader desa.
  2. Memiliki minimal 1 bangunan pos kesehatan desa (poskesdes) beserta peralatan dan perlengkapannya. Poskesdes tersebut dikembangkan oleh masyarakat yang dikenal dengan istilah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan minimal :
  • Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi kejadian luar biasa serta faktor-faktor risikonya.
  • Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi KLB serta kekurangan gizi.
  • Kesiapsiagaan    penanggulangan    bencana    dan kegawatdaruratan kesehatan.
  • Pelayanan    kesehatan    dasar,    sesuai    dengan kompetensinya.
  • Kegiatan pengembangan seperti promosi kesehatan, kadarzi, PHBS, penyehatan lingkungan dan lain-lain.
Prinsip pengembangan desa siaga (Depkes, 2008), yaitu :
  1. Desa siaga adalah titik temu antara pelayanan kesehatan dan program kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan upaya masyarakat yang terorganisir.
  2. Desa siaga mengandung makna “kesiapan” dan “kesiagaan” Kesiagaan masyarakat dapat didorong dengan memberi informasi yang akurat dan cepat tentang situasi dan masalah-masalah yang mereka hadapi.
  3. Prinsip respons segera. Begitu masyarakat mengetahui adanya suatu masalah, mereka melalui desa siaga, akan melakukan langkah-langkah yang perlu dan apabila langkah tersebut tidak cukup, sistem kesehatan akan memberikan bantuan (termasuk pustu, puskesmas, Dinkes, dan RSUD).
  4. Desa siaga adalah “wadah” bagi masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan berbagai program kesehatan.
Secara organisasi, koordinasi dan kontrol proses pengembangan desa siaga dilakukan oleh sebuah organisasi Kelurahan/ desa siaga. Organisasi Kelurahan/ desa siaga ini berada di tingkat desa/kelurahan dengan penanggung jawab umum kepala desa atau lurah. Sedangkan pengelola kegiatan harian desa siaga, bertugas melaksanakan kegiatan lapangan seperti pemetaan balita untuk penimbangan dan imunisasi, pemetaan ibu hamil, membantu tugas administrasi di poskesdes dan lain-lain.

Kegiatan pokok Kelurahan / desa siaga
  1. Surveilans dan pemetaan : Setiap ada masalah kesehatan di rumah tangga akan dicatat dalam kartu sehat keluarga. Selanjutnya, semua informasi tersebut akan direkapitulasi dalam sebuah peta desa (spasial) dan peta tersebut dipaparkan di poskesdes.
  2. Perencanaan partisipatif: Perencanaan partisipatif di laksanakan melalui survei mawas diri (SMD) dan musyawarah masyarakat desa (MMD). Melalui SMD, desa siaga menentukan prioritas masalah. Selanjutnya, melalui MMD, desa siaga menentukan target dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai target tersebut. Selanjutnya melakukan penyusunan anggaran.
  3. Mobilisasi sumber daya masyarakat : Melalui forum Kelurahan/ desa siaga, masyarakat dihimbau memberikan kontribusi dana sesuai dengan kemampuannya. Dana yang terkumpul bisa dipergunakan sebagai tambahan biaya operasional poskesdes. Desa siaga juga bisa mengembangkan kegiatan peningkatan pendapatan, misalnya dengan koperasi desa. Mobilisasi sumber daya masyarakat sangat penting agar desa siaga berkelanjutan .
  4. Kegiatan khusus: Desa siaga dapat mengembangkan kegiatan khusus yang efektif mengatasi masalah kesehatan yang diprioritaskan. Dasar penentuan kegiatan tersebut adalah pedoman standar yang sudah ada untuk program tertentu, seperti malaria, TBC dan lain-lain. Dalam mengembangkan kegiatan khusus ini, pengurus desa siaga dibantu oleh fasilitator dan pihak puskesmas.
  5. Monitoring kinerja : Monitoring menggunakan peta rumah tangga sebagai bagian dari surveilans rutin. Setiap rumah tangga akan diberi Kartu Kesehatan Keluarga untuk diisi sesuai dengan keadaan dalam keluarga tersebut. Kemudian pengurus desa siaga atau kader secara berkala mengumpulkan data dari Kartu Kesehatan Keluarga untuk dimasukkan dalam peta desa.
  6. Manajemen keuangan:    Keuangan  Kelurahan/ Desa siaga akan didapat dari  dana hibah  guna mendukung kegiatannya. Besarnya sesuai dengan proposal yang diajukan dan proposal tersebut sebelumnya sudah direview oleh kepala desa, fasilitator dan Puskesmas. Untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas, penggunaan dana tersebut harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan pedoman yang ada.
Tahapan pengembangan Kelurahan/ desa siaga
Pengembangan desa siaga merupakan aktivitas yang berkelanjutan dan bersifat siklus. Setiap tahapan meliputi banyak aktivitas.
  1. Pada tahap 1 dilakukan sosialisasi dan survei mawas diri (SMD), dengan kegiatan antara lain : Sosialisasi, Pengenalan kondisi desa, Membentuk kelompok masyarakat yang melaksanakan SMD, pertemuan pengurus, kader dan warga desa untuk merumuskan masalah kesehatan yang dihadapi dan menentukan masalah prioritas yang akan diatasi.
  2. Pada tahap 2 dilakukan pembuatan rencana kegiatan. Aktivitasnya, terdiri dari penentuan prioritas masalah dan perumusan alternatif pemecahan masalah. Aktivitas tersebut, dilakukan pada saat musyawarah masyarakat 2 (MMD-2). Selanjutnya, penyusunan rencana kegiatan, dilakukan pada saat musyawarah masyarakat 3 (MMD-3). Sedangkan kegiatan antara lain memutuskan prioritas masalah, menentukan tujuan, menyusun rencana kegiatan dan rencana biaya, pemilihan pengurus desa siaga, presentasi rencana kegiatan kepada masyarakat, serta koreksi dan persetujuan masyarakat.
  3. Tahap 3, merupakan tahap pelaksanaan dan monitoring, dengan kegiatan berupa pelaksanaan dan monitoring rencana kegiatan.
  4. Tahap 4, yaitu : kegiatan evaluasi atau penilaian, dengan kegiatan berupa pertanggung jawaban.
Pada pelaksanaannya, tahapan diatas tidak harus berurutan, namun disesuaikan dengan kondisi masing-masing desa/kelurahan.
Indikator keberhasilan desa siaga
Indikator keberhasilan pengembangan desa siaga dapat diukur dari 4 kelompok indikator, yaitu : indikator input, proses, output dan outcome (Depkes, 2009).
1.    Indikator Input
  • a.    Jumlah kader desa siaga.
  • b.    Jumlah tenaga kesehatan di poskesdes.
  • c.    Tersedianya sarana (obat dan alat) sederhana.
  • d.    Tersedianya tempat pelayanan seperti posyandu.
  • e.    Tersedianya dana operasional desa siaga.
  • f.    Tersedianya data/catatan jumlah KK dan keluarganya.
  • g.    Tersedianya pemetaan keluarga lengkap dengan masalah kesehatan yang dijumpai dalam warna yang sesuai.
  • h.    Tersedianya data/catatan (jumlah bayi diimunisasi, jumlah penderita gizi kurang, jumlah penderita TB, malaria dan lain-lain).
2.    Indikator proses
  • a.    Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa (bulanan, 2 bulanan dan sebagainya).
  • b.    Berfungsi/tidaknya kader desa siaga.
  • c.    Berfungsi/tidaknya poskesdes.
  • d.    Berfungsi/tidaknya UKBM/posyandu yang ada.
  • e.    Berfungsi/tidaknya sistem penanggulangan penyakit/masalah kesehatan berbasis masyarakat.
  • f.    Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
  • g.    Ada/tidaknya kegiatan rujukan penderita ke poskesdes dari masyarakat.
3.    Indikator Output
  • a.   Jumlah persalinan dalam keluarga yang dilayani.
  • b.  Jumlah kunjungan neonates (KN2).
  • c•    Jumlah BBLR yang dirujuk.
  • d•    Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik ditangani.
  • e•    Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan yang mendapat M P-AS I.
  • f•    Jumlah balita yang mendapat imunisasi.
  • g•    Jumlah pelayanan gawat darurat dan KLB dalam tempo 24 jam.
  • h•    Jumlah keluarga yang punya jamban.
  • i•    Jumlah keluarga yang dibina sadar gizi.
  • j•    Jumlah keluarga menggunakan garam beryodium.
  • k•    Adanya data kesehatan lingkungan.
  • l•    Jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit menular tertentu yang menjadi masalah setempat.
  • m•    Adanya peningkatan kualitas UKBM yang dibina.
4.    Indikator outcome
  • a•    Meningkatnya jumlah penduduk yang sembuh/membaik dari sakitnya.
  • b•    Bertambahnya jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS.
  • c•    Berkurangnya jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia.
  • d•    Berkurangnya jumlah balita dengan gizi buruk
  •  
Refference, antara lain :
  • Depkes RI. 2006. Kebijakan Pengembangan Desa Siaga. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
  • Depkes RI. 2006. Pedoman Pengembangan Desa Siaga. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
  • Depkes RI. 2007. Kajian Kesiapan Petugas dan Masyarakat dalam Pengembangan Desa Siaga. Pusat Kajian Pembangunan Kesehatan.
  • Depkes RI. 2008. Pedoman Pengembangan Model Operasional Desa Siaga. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
  • Depkes RI. 2009. Pedoman Pengembangan Model Operasional Desa Siaga. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
  • Depkes RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar